Langsung ke konten utama

THEME #298 - In the Moment

                

In the Moment: Write about living in the present moment.

              Hello, my gap moment! Dulu di saat aku belum setua sekarang, aku berpikir bahwa aku tidak akan lagi bisa mengalami yang namanya ‘gap moment’. Karena di pikiranku, menjadi dewasa adalah tiap harinya punya banyak tanggung jawab dan hal yang harus dilakukan supaya hidupku bisa berjalan dengan layak dari hari ke hari. But, here I am. Going back to my Mom’s hometown where my family are living for the last many years after I decided to resign myself from my job in my lovable city. Berhenti sementara dari kesibukan eight-to-five di hari kerja dan benar-benar banyak menghabiskan waktu hanya di rumah. Sejujurnya, ini adalah saat yang sangat aku inginkan sedari lama. Sejenak berhenti dari hiruk pikuk pekerjaan hanya untuk melakukan apa pun yang aku inginkan dan rehat dari hari-hari yang melelahkan. To give myself a chance to sense living in the moment again.

              Sebelumnya, aku mau sedikit membagikan perspektifku tentang ‘In the moment’. ‘In the moment’ menurutku adalah salah satu kalimat yang bisa menjadi mantra yang sungguh ajaib. It’s such a magical words. Di saat pikiranmu sedang berkelana terlalu jauh di luar kendalimu, dengan mengingat kalimat ‘in the moment’ saja sudah bisa mengembalikan pikiranmu kembali ke saat sekarang. Jika dengan mengingatnya saja masih kurang cukup, dengan merapalkannya beberapa kali sangat bisa membuat diri menjadi tenang. ‘In the moment’ punya kekuatan tersendiri untuk menghilangkan kecemasan karena pikiran yang masih mengingat kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan juga saat terbayang hal-hal fana yang belum tentu terjadi di masa depan. Sebuah kalimat pengendali agar pikiranmu menetap di dirimu saat ini yang sedang menghirup nafas dengan ketukan teratur, meraba hal-hal yang terjangkau dekat denganmu, melihat hal-hal yang hanya mampu dilihat oleh jangkauan matamu yang ada kini, merasakan emosi paling nyata yang ada hadir bersamamu di saat ini saja, dan melakukan hal-hal yang mampu untuk kamu lakukan dengan kemampuanmu.

              Back to my story. Di kondisi pribadiku, aku memutuskan untuk berhenti tepat di waktu transisi hidupku dari yang sebelumnya memang sesibuk itu dan penuh dengan banyak kekhawatiran tentang hidup ini. Jadi yang saat ini sedang aku lakukan memang istirahat. Memang secara harfiah beristirahat. Tidak disibukkan dengan masalah pekerjaan profesional apa pun; banyak tidur siang; membaca buku yang sudah lama ingin aku baca; bermain dengan bayi kucingku yang sekarang sedang di usia lucu-lucunya; having a loooots of quality times with my Mom; makan apa pun yang aku cuma bisa beli di Padang; main game yang selama ini tidak bisa aku mainkan saking sibuknya. Aku benar-benar melakukan hal-hal yang bisa membuat diriku melepas penat yang sudah ada bertahun-tahun dan berbahagia dengan hal-hal sederhana. Oh ya, termasuk juga dengan menulis tulisan ini! Karena kapan lagi, kan? Bisa mendapatkan kesempatan untuk beristirahat sementara, sebelum pekerjaan baru di masa depan datang lagi. This moment is such a luxury thing for my own self.

Di saat aku masih bekerja, pastinya aku punya banyak sekali activities wish-list yang memang tidak bisa aku lakukan, even in my weekends. Aku adalah tipikal orang yang sebenarnya walau pun sedang beristirahat, namun masih tetap butuh waktu untuk menstimulasi pikiranku. Karena personally, itu yang membuat diriku bisa menjalani hidup yang bermakna dan membuat aku merasa sudah menjalani hari dengan baik. Jadi aku punya beberapa goals untuk diriku sendiri yang tidak lepas dari hobiku – menulis dan membaca. Juga waktu untuk memikirkan hal-hal yang masih bisa ditingkatkan dalam aspek soft-skills of daily life kayak financial management dan productivity management. Yang lainnya, aku ingin punya waktu untuk bisa memikirkan tentang hal-hal apa saja yang benar-benar ingin aku jalani sebagai seorang profesional di masa depan. Hal yang benar-benar membuatku bisa hidup sebagai diriku sendiri tanpa banyak topeng yang bisa membuatku kehilangan diriku sendiri.

Waktu aku masih di masa sibukku, rasanya setengah mati ingin melalukan semua keinginan tersebut. Namun, tenaga yang aku miliki sudah terlanjur habis oleh kewajiban harian yang harus dilakukan – ini juga menjadi salah satu concern yang aku miliki untuk diriku sendiri. Mungkin karena aku masih punya time management yang buruk untuk diriku sendiri. Bisa dibilang bahwa aku sudah tidak hidup in the moment saat itu, karena hal yang hanya bisa aku pikirkan saat itu hanyalah kesibukanku yang tidak ada habisnya. Jiwaku sudah meronta untuk minta berhenti sementara. But life said that I still need to go on, no matter how tired I was back then.

Pelan tapi pasti, akhirnya momen di saat aku benar-benar tidak bekerja secara profesional pun tiba. Hahaha, aku hanya bisa tertawa dahulu saat ini jika ditanya apakah aku sudah menjalani hari-hariku yang kini sesuai dengan ekspektasiku di saat masih sibuk dahulu. Sungguh jauh dari ekspektasi pribadiku. Hampir semua hal yang aku lakukan malah jauh dari berpikir. Aku benar-benar melarikan diriku dari yang namanya ‘berpikir’. Aku tidak tahu apakah ini karena aku masih baru sekali di dalam fase gap moment ini, sehingga aku sebisa mungkin ingin melarikan diri dari kenyataan dan rutinitas yang aku lakukan sebelumnya. Mungkin akan lain lagi ceritanya jika di masa depan kesibukan bekerja secara profesional belum kunjung tiba. Aku mungkin akan betul-betul mengerjakan semua hal yang ada di dalam activities wish-list yang sudah aku buat sedari dulu.

Hal-hal yang sedang aku jalani sekarang benar-benar jauh dari ekspektasiku di saat sibuk kemarin. Have you heard a word ‘kemaruk’? Mungkin kata itu yang paling pas menggambarkan imajinasiku tentang gap-time ini di saat aku masih sibuk. Di pikiranku setiap hari, aku akan melakukan hal A. Lalu setelah selesai, aku akan lanjut ke B. Aku akan menulis tentang C, D, dan E. Dan seterusnya. Namun, di saat masanya tiba, aku malah memilih untuk benar-benar hening dan tidak melibatkan diri dalam kesibukan apa pun. Pemikiran kemaruk itu mewakili logikaku, sedangkan jiwaku menginginkan istirahat. To be honest, both of them are fighting within myself, right at this moment. Somehow I feel free, but on the other hand I feel guilty because I totally don’t accomplish anything as I expected.

Pertarungan yang aku sebutkan barusan adalah salah satu hal yang membuat aku saat ini tidak live in the moment. Padahal kalau dipikirkan dengan logika, waktu gap moment ini memang diberikan Allah buatku – betul, ini adalah pemberian dari Allah – untuk istirahat. Bukannya buat menyibukkan diri dengan berbagai hal lain yang membuat diriku tidak bisa kondusif mengembalikan diriku ke kondisi yang lebih prima. Hmm, mungkin memang karena sedari dulu aku sudah terbiasa dengan hustle-life. Aku sudah terlanjur terbiasa dengan perasaan ‘dikejar’ oleh sesuatu yang harus diselesaikan. Sehingga di saat aku tidak melakukan apa pun, rasanya asing sekali. Aku tidak terbiasa.

Pikiran lainnya yang muncul saat ini dan membuatku tidak live in the moment adalah tentang kapan gap moment ini akan selesai. I mean, I am being complicated right now. Memang wataknya manusia yang nggak sabar kali, ya? Di saat sibuk kerja, ingin sekali punya waktu untuk istirahat dan melakukan apa pun yang diinginkan. Namun sekalinya waktu istirahat sudah datang, secara tidak sadar aku malah minta buat disibukkan lagi. Or is it something that we call as a need to have a ‘balance life’? Punya kecenderungan untuk kerja tidak terlalu lama, dan istirahat tidak terlalu lama. Namun hidup ‘kan tidak seperti itu.

Aku pernah dengar dari suatu video di Youtube tentang kehidupan seorang ibu yang bekerja secara profesional di kantor dan merangkap menjadi ibu rumah tangga tanpa asisten di rumah. Hal yang dia utarakan pertama kali di saat ditanya mengenai hidupnya adalah “You will experience the things when you are too tired and want to give up, but you still have to do all of your routines both as a mom and a career woman”. Pikirku, ibu-ibu seperti ini banyak sekali di luar sana. Mereka pasti ingin sekali punya me time. Namun saking mereka diamanahkan untuk memiliki anak dan juga menafkahi keluarga kecil mereka, mereka pasti akan sulit sekali untuk punya me time walau pun waktunya sudah dicari-cari. Atau aku tak perlu pergi jauh-jauh, aku juga bisa merefleksikan diri dengan teman-teman seumuranku yang seperjuangan karena pekerjaan. Mereka masih melalui hari-hari melelahkan yang sama dengan yang aku lalui pada hari-hari biasa, dan saat ini aku yakin di antara mereka ada yang ingin sekali ambil cuti sehari saja namun tidak bisa karena berbagai tuntutan hidup. Then, here I am. A single woman living only for herself and at this moment having a lot of leisure time because of this gap moment. I should appreciate this blessing more by not thinking if I am okay to do nothing or I need to stay busy as I used to be.

Jadi di saat ini agar aku bisa live in the moment dan tidak terusik dengan pikiran-pikiranku yang ‘ribut’ itu, aku mencoba untuk mindful dengan diriku sendiri. Jujur, sebenarnya sulit untuk menjadi mindful – hingga kini aku masih belajar dan belajar untuk jadi mindful. Karena kamu harus punya kemampuan untuk sadar di saat pikiranmu sudah terlalu complicated dan tidak terbawa semakin jauh dengan pikiran tersebut. Biasanya, aku akan sadar bahwa aku sedang tidak baik-baik saja di saat aku sudah merasa buntu dan pikiranku hanya berputar-putar di satu poin yang sama.

Seperti yang sudah aku sebut di beberapa paragraf awal, aku merapalkan kata-kata yang senada dengan makna ‘in the moment’ jika aku merasa bahwa diriku sudah mulai tidak kondusif. Lalu aku melanjutkan untuk ‘berbicara’ dengan diriku sendiri. Contohnya, aku bilang ke diriku sendiri bahwa gap moment adalah hal langka yang bisa aku nikmati. So, just let it be. No restrictions at all. Jika aku merasa aku ingin rebahan saja, then I’ll just let it be. Jika aku ingin menulis, then aku menulis. Aku akan membiarkan diriku memilih senyamannya tanpa ada keterpaksaan. Tapi ini tidak menjamin bahwa besok-besoknya aku akan tetap aman dengan sekali mindfulness. Pikiran complicated dan isinya tentang itu-itu saja pasti akan bisa kembali kapan pun. Jadi, mindfulness itu aku lakukan dengan repetisi. Tergantung kapan pikiran sulit itu kembali lagi.

           Terlepas dari semua ke-kompleks-an pikiranku – mungkin kalian yang baca tulisan ini sudah dari tadi gemas dan mau bilang “May, apa sih susahnya istirahat doang? Padahal ga perlu pake overthinking segala loh 😭”—aku mau bilang ke diriku sendiri makasih yang sebanyak-banyaknya karena sudah sejauh ini bertahan melalui kehidupan dengan segala warnanya yang dominan dipenuhi kesibukan bekerja. Akhirnya Allah mengabulkan permintaanku untuk punya gap moment sementara waktu. Sebuah masa transisi yang selama ini sudah aku tunggu kedatangannya. Bukannya tidak bersyukur, tapi mungkin karena aku tidak biasa tiba-tiba melewati waktu yang mainly tidak punya goals apa pun yang mau dicapai dahulu di saat ini. Makanya aku jadi merasa tidak nyaman dengan diri sendiri. But, let's try to live in the moment to the fullest that we can! Istirahatlah dulu, May. Allah sediakan gap moment sepanjang ini karena di masa depan mungkin akan datang lagi kesibukan baru yang lebih tidak ada habisnya. Jadi untuk saat ini, kamu bisa melakukan apa pun yang kamu bisa untuk memulihkan tubuh dan lebih khususnya lagi jiwamu. So we can come back to our routines stronger and healthier! Relax, and enjoy your moment, May!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(121113) Ringkasan Pengantar Manajemen Richard L. Daft Bab 11

BAB 11 -Menggunakan Desain Struktural untuk Mencapai Tujuan-tujuan Strategis- A.       Menjelaskan Mengapa Organisasi Membutuhkan Koordinasi Lintas Departemen dan Tingkat Hierarkis Pertama, posisi dan departemen-departemen baru ditambahkan untuk berurusan dengan lingkungan eksternal atau dengan kebutuhan-kebutuhan strategis yang baru. Kedua, para manajer senior harus menemukan jalan untuk mempertalikan semua departemen tersebut secara bersama. Organisasi memerlukan sistem-sistem untuk memproses informasi dan memungkinkan komunikasi di antara orang-orang dalam departemen-departemen yang berbeda dan pada tingkat-tingkat yang berbeda. Koordinasi dibutuhkan tanpa memandang apakah organisasi mempunyai sebuah struktur fungsional, divisional, atau tim. Dalam arena internasional, koordinasi sangat penting. Koordinasi adalah hasil informasi dan kerjasama. Para manajer dapat mendesain system dan struktur untuk meningkatkan koordinasi horizontal. Struktur fungsional v...

DAY 310 (LATE 9 DAYS) - Movie Conversation

Movie Conversation: Use a memorable conversation from a favorite movie to inspire your writing. Disclaimer! Buat kamu yang punya rencana nonton film-nya Richard Linklater dari semua trilogi ‘Before’ dan terkhususnya film ‘Before Sunset’, dianjurkan untuk tidak membaca tulisan ini lebih lanjut demi pengalaman menonton dan mengeksplor film yang lebih baik secara pribadi. Karena tulisan ini akan punya banyak bocoran tentang plot cerita di dalam film dan trilogi ‘Before’. Namun, jika kamu tetap ingin lanjut membaca, maka segala risiko akan ada di tanganmu dan itu berada di luar tanggung jawabku, yah! Makasih buat pengertiannya!  Dari sekian banyak cerita dari film-film romansa pada umumnya yang ada di saat sekarang, menurutku kita udah terlalu banyak diberikan plot cerita yang terlalu fantastis untuk terjadi di dunia nyata. Dikasih banyak adegan yang manis-manis dan sedikit adegan konflik. Enak sih kalo buat dijadiin bahan khayalan… Namun ujung-ujungnya setelah menonton film-film ters...