Langsung ke konten utama

DAY 27 - Closed Doors


Closed Doors: What’s behind the door? Why is it closed?

Di rumahku, sedari aku kecil, pasti selalu ada sebuah ruangan yang disediakan oleh almarhum ayahku yang pintunya selalu tertutup. Ruangan itu bernama gudang. Segala perkakas yang beliau miliki tersimpan rapi di sana. Ada perkakas untuk membangun rumah, ada peralatan berkebun, dan ada perkakas lain yang pastinya dibutuhkan saat rumah membutuhkan perbaikan. Semua peralatan itu berguna, tetapi hanya dalam waktu tertentu saja. Jika peralatan itu tidak digunakan oleh orang yang tepat dan dalam waktu yang tepat, maka beberapa perkakas tersebut berpeluang untuk bisa melukai orang yang menggunakannya atau disalahgunakan untuk melukai orang lain.

Itulah alasan utama mengapa beliau selalu mengunci rapat pintu gudang tersebut di saat perkakas di dalamnya tidak digunakan. Hal itu dilakukan agar beberapa perkakas tajam tersebut tidak jatuh ke tangan kami, lalu akhirnya kami bisa berakhir melukai diri sendiri atau orang yang ada di sekitar kami. Menutup pintu gudang bagi beliau merupakan salah satu bentuk tindakan cinta beliau kepada anak-anaknya agar mereka tidak jatuh dalam keadaan yang membahayakan jiwa dan raga mereka. Sebuah tindakan cinta yang sederhana untuk melindungi jiwa-jiwa yang beliau kasihi.

Di dalam beberapa genre film misteri dan horor yang kita nikmati, kita bisa menemukan plot cerita saat para pemeran utama di dalam film tersebut menemukan sebuah pintu yang tertutup. Biasanya pintu-pintu tertutup itu menutupi sebuah hal yang penting dan genting di dalam kisah tersebut. Entah itu jalan menuju lorong rahasia, ruangan yang menyimpan suatu hal besar yang berharga, atau suatu hal yang memang seharusnya berada di dalam ruangan itu selamanya agar tidak mencelakai siapa pun. Lalu, jika sampai pintu itu terbuka, maka kisah yang sedang berjalan akan mulai menanjak naik atau berada di titik klimaksnya. Karena hal yang berada di balik pintu itu pada dasarnya terlarang untuk terkuak ke alam luar, atau malah seharusnya menunggu terkuak agar bisa memecahkan semua teka-teki yang tercipta selama pintu itu tertutup.

Pintu-pintu di dalam film misteri dan horor itu memiliki peranan yang besar sekali untuk membangun cerita. Pintu yang tertutup identik dengan teka-teki, sehingga pintu yang tertutup itu menjadi sebuah alat ampuh untuk memancing pemeran utama agar merasa tergoda dan tertantang untuk mengetahui lebih jauh tentang apa yang tersimpan di baliknya. Tak jarang, saat pintu itu berhasil dibuka dan rahasia telah terungkap, pada akhirnya akan menggiring si pemeran utama ke dalam kesengsaraan hampir tiada henti atau malah menjadi sebuah pertolongan dengan nikmat yang tiada tara. Pintu tertutup itu bisa menjadi pelindung si pemeran utama, atau malah pelindung bagi apa yang ada di baliknya.

Orang-orang yang tidak berani membuka diri seutuhnya kepada orang lain dikarenakan trust issue juga identik dengan kiasan ‘pintu yang tertutup’. Mereka merasa tidak nyaman, terganggu, atau malah merasa terancam di saat mereka menunjukkan sisi diri mereka yang asli kepada orang-orang yang berinteraksi dengan mereka. Ada suatu hal dari diri mereka yang tidak ingin mereka tunjukkan kepada dunia. Orang-orang yang berinteraksi dengan mereka pun biasanya bertanya-tanya tentang apa yang terjadi, karena mereka terlihat tidak leluasa mengekspresikan diri mereka secara natural. Ada dinding pembatas antara mereka dengan dunia luar. Terasa seperti mereka ada di dalam sebuah ruangan, sendirian dan gelap dengan pintu yang tertutup.

Bukan, bukan diri mereka yang mereka tutupi. Ada yang lebih penting dari diri mereka, yaitu hati mereka. Hati yang lembut yang bersarang di sanubari mereka. Mereka tidak semerta-merta bertingkah seperti itu tanpa alasan. Mungkin dahulu ada kalanya mereka dengan tulus menunjukkan diri mereka apa adanya, tetapi pada akhirnya mereka dilukai oleh orang lain yang tidak kuasa menahan sinaran mereka yang benderang terpancar. Tidak sekali dua kali, tetapi berkali-kali. Saking terlukanya hati mereka, hal itu membuat mereka merasa bahkan untuk bernafas saja sangat sulit. Sehingga mereka memutuskan untuk meredupkan diri mereka. Membuat pintu hati mereka yang dahulunya terbuka tulus dan mulia, menjadi gelap tertutup. Mereka bertingkah seperti pintu yang tertutup untuk melindungi hati mereka yang kadung rapuh agar tak dilukai lagi oleh pedih itu. Itu saja.

Pintu yang tertutup, sedari awal tidaklah seperti itu adanya. Pintu itu pasti pernah ada dalam kondisi awal; terbuka. Namun, pada akhirnya pintu itu harus ditutup. Karena pintu itu mendapatkan tugas untuk melindungi hal yang berharga dan tidak seharusnya diungkapkan kepada dunia yang ada di luarnya. Karena ada hal-hal di balik pintu itu yang memang sebaiknya tak kasat mata daripada tersingkap. Seiring berjalannya waktu, akan ada masanya kembali pintu-pintu itu terbuka. Saat apa yang ada di baliknya memang dibutuhkan kembali untuk memperbaiki keadaan yang sudah seharusnya diperbaiki.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(121113) Ringkasan Pengantar Manajemen Richard L. Daft Bab 11

BAB 11 -Menggunakan Desain Struktural untuk Mencapai Tujuan-tujuan Strategis- A.       Menjelaskan Mengapa Organisasi Membutuhkan Koordinasi Lintas Departemen dan Tingkat Hierarkis Pertama, posisi dan departemen-departemen baru ditambahkan untuk berurusan dengan lingkungan eksternal atau dengan kebutuhan-kebutuhan strategis yang baru. Kedua, para manajer senior harus menemukan jalan untuk mempertalikan semua departemen tersebut secara bersama. Organisasi memerlukan sistem-sistem untuk memproses informasi dan memungkinkan komunikasi di antara orang-orang dalam departemen-departemen yang berbeda dan pada tingkat-tingkat yang berbeda. Koordinasi dibutuhkan tanpa memandang apakah organisasi mempunyai sebuah struktur fungsional, divisional, atau tim. Dalam arena internasional, koordinasi sangat penting. Koordinasi adalah hasil informasi dan kerjasama. Para manajer dapat mendesain system dan struktur untuk meningkatkan koordinasi horizontal. Struktur fungsional v...

DAY 310 (LATE 9 DAYS) - Movie Conversation

Movie Conversation: Use a memorable conversation from a favorite movie to inspire your writing. Disclaimer! Buat kamu yang punya rencana nonton film-nya Richard Linklater dari semua trilogi ‘Before’ dan terkhususnya film ‘Before Sunset’, dianjurkan untuk tidak membaca tulisan ini lebih lanjut demi pengalaman menonton dan mengeksplor film yang lebih baik secara pribadi. Karena tulisan ini akan punya banyak bocoran tentang plot cerita di dalam film dan trilogi ‘Before’. Namun, jika kamu tetap ingin lanjut membaca, maka segala risiko akan ada di tanganmu dan itu berada di luar tanggung jawabku, yah! Makasih buat pengertiannya!  Dari sekian banyak cerita dari film-film romansa pada umumnya yang ada di saat sekarang, menurutku kita udah terlalu banyak diberikan plot cerita yang terlalu fantastis untuk terjadi di dunia nyata. Dikasih banyak adegan yang manis-manis dan sedikit adegan konflik. Enak sih kalo buat dijadiin bahan khayalan… Namun ujung-ujungnya setelah menonton film-film ters...

THEME #298 - In the Moment

                    In the Moment: Write about living in the present moment.               Hello, my gap moment! Dulu di saat aku belum setua sekarang, aku berpikir bahwa aku tidak akan lagi bisa mengalami yang namanya ‘gap moment’ . Karena di pikiranku, menjadi dewasa adalah tiap harinya punya banyak tanggung jawab dan hal yang harus dilakukan supaya hidupku bisa berjalan dengan layak dari hari ke hari. But, here I am. Going back to my Mom’s hometown where my family are living for the last many years after I decided to resign myself from my job in my lovable city . Berhenti sementara dari kesibukan eight-to-five di hari kerja dan benar-benar banyak menghabiskan waktu hanya di rumah. Sejujurnya, ini adalah saat yang sangat aku inginkan sedari lama. Sejenak berhenti dari hiruk pikuk pekerjaan hanya untuk melakukan apa pun yang aku inginkan dan rehat dari hari-h...