Closed
Doors: What’s behind the door? Why is it closed?
Di
rumahku, sedari aku kecil, pasti selalu
ada
sebuah ruangan yang disediakan oleh almarhum ayahku yang pintunya
selalu tertutup. Ruangan itu bernama gudang. Segala perkakas yang
beliau miliki tersimpan rapi di sana. Ada perkakas untuk membangun
rumah, ada peralatan berkebun, dan ada perkakas lain yang pastinya
dibutuhkan saat rumah membutuhkan perbaikan. Semua peralatan itu
berguna, tetapi hanya dalam waktu tertentu saja. Jika peralatan itu
tidak digunakan oleh orang yang tepat dan dalam waktu yang tepat,
maka beberapa perkakas tersebut berpeluang untuk bisa melukai orang
yang menggunakannya atau disalahgunakan untuk melukai orang lain.
Itulah
alasan utama mengapa beliau selalu mengunci rapat pintu gudang
tersebut di saat perkakas di dalamnya tidak digunakan. Hal itu
dilakukan agar beberapa perkakas tajam tersebut
tidak jatuh ke tangan kami, lalu
akhirnya kami bisa berakhir melukai diri sendiri atau orang yang ada
di sekitar kami. Menutup pintu gudang bagi beliau merupakan salah
satu bentuk tindakan cinta beliau kepada anak-anaknya agar mereka
tidak jatuh dalam keadaan yang membahayakan jiwa dan raga mereka.
Sebuah tindakan cinta yang sederhana untuk melindungi jiwa-jiwa yang
beliau kasihi.
Di
dalam beberapa genre film misteri dan horor yang kita nikmati, kita
bisa menemukan plot cerita saat para pemeran utama di
dalam film
tersebut menemukan sebuah pintu yang
tertutup. Biasanya pintu-pintu tertutup itu menutupi sebuah hal yang
penting dan genting di dalam kisah tersebut. Entah itu jalan menuju
lorong rahasia, ruangan yang menyimpan suatu
hal
besar yang berharga, atau suatu
hal yang memang
seharusnya
berada di dalam ruangan itu selamanya agar tidak mencelakai siapa
pun. Lalu, jika sampai pintu itu terbuka, maka kisah yang sedang
berjalan akan mulai menanjak naik atau berada di titik
klimaksnya.
Karena hal yang berada di balik pintu itu pada dasarnya terlarang
untuk terkuak ke alam luar,
atau malah seharusnya menunggu terkuak agar bisa memecahkan semua
teka-teki yang tercipta selama pintu itu tertutup.
Pintu-pintu
di dalam film misteri dan horor itu memiliki peranan yang besar
sekali untuk membangun cerita. Pintu yang tertutup identik dengan
teka-teki, sehingga pintu yang tertutup itu menjadi sebuah alat ampuh
untuk memancing pemeran utama agar
merasa tergoda dan tertantang untuk mengetahui lebih jauh tentang apa
yang tersimpan di baliknya. Tak jarang, saat pintu itu berhasil
dibuka dan rahasia telah terungkap,
pada akhirnya akan menggiring si pemeran utama ke dalam kesengsaraan
hampir tiada henti atau malah menjadi sebuah pertolongan dengan
nikmat yang tiada tara. Pintu
tertutup itu bisa menjadi pelindung si pemeran utama, atau malah
pelindung bagi apa yang ada di baliknya.
Orang-orang
yang tidak berani membuka diri seutuhnya kepada orang lain
dikarenakan trust
issue
juga identik dengan kiasan ‘pintu yang tertutup’. Mereka merasa
tidak nyaman, terganggu, atau malah merasa terancam di saat mereka
menunjukkan sisi diri mereka yang asli kepada orang-orang yang
berinteraksi dengan mereka. Ada suatu hal dari diri mereka yang tidak
ingin mereka tunjukkan kepada dunia. Orang-orang yang berinteraksi
dengan mereka pun biasanya bertanya-tanya tentang apa yang terjadi,
karena mereka terlihat tidak leluasa mengekspresikan diri mereka
secara natural. Ada dinding pembatas antara mereka dengan dunia luar.
Terasa seperti mereka ada di dalam sebuah ruangan, sendirian dan
gelap dengan pintu yang tertutup.
Bukan,
bukan diri mereka yang mereka tutupi. Ada yang lebih penting dari
diri mereka, yaitu hati mereka. Hati yang lembut yang bersarang di
sanubari mereka. Mereka tidak semerta-merta bertingkah seperti itu
tanpa alasan. Mungkin dahulu ada kalanya mereka dengan tulus
menunjukkan diri mereka apa adanya, tetapi pada akhirnya mereka
dilukai oleh orang lain yang tidak kuasa menahan sinaran mereka yang
benderang terpancar. Tidak sekali dua kali, tetapi berkali-kali.
Saking terlukanya hati mereka, hal itu membuat mereka merasa bahkan
untuk bernafas saja sangat sulit. Sehingga mereka memutuskan untuk
meredupkan diri mereka. Membuat pintu hati mereka yang dahulunya
terbuka tulus dan mulia, menjadi gelap tertutup. Mereka bertingkah
seperti pintu yang tertutup untuk melindungi hati mereka yang kadung
rapuh agar tak dilukai lagi oleh pedih itu. Itu saja.
Pintu
yang tertutup, sedari awal tidaklah seperti itu adanya. Pintu itu
pasti pernah ada dalam kondisi awal; terbuka. Namun, pada akhirnya
pintu itu harus ditutup. Karena pintu itu mendapatkan tugas untuk
melindungi hal yang berharga dan tidak seharusnya diungkapkan kepada
dunia yang ada di luarnya. Karena ada hal-hal di balik pintu itu yang
memang sebaiknya tak kasat mata daripada tersingkap. Seiring
berjalannya waktu, akan ada masanya kembali pintu-pintu itu terbuka.
Saat apa yang ada di baliknya memang dibutuhkan kembali untuk
memperbaiki keadaan yang sudah seharusnya diperbaiki.

Komentar
Posting Komentar